Rabu, 30 November 2011

Askep Sistem Muskuloskeletal

2.1 Anatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal

Sistem muskuloskeletal merupakan penunjang bentuk tubuh dan bertanggung jawab terhadap pergerakan. Komponen utama system musculoskeletal adalah jaringan ikat. Sistem ini terdiri dari tulang, sendi, otot, tendon, ligament, bursae, dan jaringan-jaringan khusus yang menghubungkan struktur-struktur ini.

1. Tulang
·         Bagian-bagian utama tulang rangka
Tulang rangka orang dewasa terdiri atas 206 tulang. Tulang adalah jaringan hidup yang akan mensuplai saraf dan darah. Tulang banyak mengandung bahan kristalin anorganik (terutama garam-garam kalsium) yang membuat tulang keras dan kaku, tetapi sepertiga dari bahan tersebut adalah jaringan fibrosa yang membuatnya kuat dan elastis.
Klasifikasi tulang pada orang dewasa digolongkan pada dua kelompok yaitu axial skeleton dan appendicular skeleton.
1. Axial Skeleton (80 tulang)
1.      Tengkorak

22 buah tulang
Tulang cranial (8 tulang)
·         Frontal 1
·         Parietal 2
·         Occipital 1
·         Temporal 2
·         Sphenoid 1
·         Ethmoid 1

Tulang fasial (13 tulang)
·         Maksila 2
·         Palatine 2
·         Zygomatic 2
·         Lacrimal 2
·         Nasal 2
·         Vomer 1
·         Inferior nasal concha 2

Tulang mandibula (1 tlng)
1

1.      Tulang telinga tengah
·         Malleus 2
·         Incus 2
·         Stapes 2
6 tulang
1.      Tulang hyoid

1 tulang
1.      Columna vertebrae
·         Cervical 7
·         Thorakal 12
·         Lumbal 5
·         Sacrum (penyatuan dari 5 tl) 1
·         Korkigis (penyatuan dr 3-5 tl) 1
26 tulang
1.      Tulang rongga thorax
·         Tulang iga 24
·         Sternum                                 1
25 tulang
2. Appendicular Skeleton (126 tulang)
1.      Pectoral girdle
·         Scapula 2
·         Clavicula 2
4 tulang
1.      Ekstremitas atas
·         Humerus 2
·         Radius 2
·         Ulna 2
·         Carpal 16
·         Metacarpal 10
·         Phalanx 28
60 tulang
1.      Pelvic girdle
·         Os coxa  2 (setiap os coxa terdiri dari penggabungan 3 tulang)
2 tulang
1.      Ekstremitas bawah
·         Femur 2
·         Tibia 2
·         Fibula 2
·         Patella 2
·         Tarsal 14
·         Metatarsal 10
·         Phalanx 28
60 tulang
Total
206 tulang

Fungsi utama tulang-tulang rangka adalah :
1.      Sebagai kerangka tubuh, yang menyokong dan memberi bentuk tubuh
2.      Untuk memberikan suatu system pengungkit yang digerakkan oleh kerja otot-otot yang melekat pada tulang tersebut; sebagai suatu system pengungkit yang digerakan oleh kerja otot-otot yang melekat padanya.
3.      Sebagai reservoir kalsium, fosfor, natrium, dan elemen-elemen lain
4.      Untuk menghasilkan sel-sel darah merah dan putih dan trombosit dalam sumsum merah tulang tertentu.

·         Struktur tulang

Dilihat dari bentuknya tulang dapat dibagi menjadi :
1.      Tulang panjang ditemukan di ekstremitas (misal femur)
2.      Tulang pendek terdapat di pergelangan kaki dan tangan (misal tarsal)
3.      Tulang pipih pada tengkorak dan iga (misal sternum)
4.      Tulang irreguler (bentuk yang tidak beraturan) pada vertebra, tulang-tulang wajah, dan rahang.

Lapisan terluar dari tulang (cortex) tersusun dari jaringan tulang yang padat, sementara pada bagian dalam di dalam medulla berupa jaringan sponge. Bagian tulang paling ujung dari tulang panjang dikenal sebagai epiphyse yang berbatasan dengan metaphysis. Metaphysis merupakan bagian dimana tulang tumbuh memanjang secara longitudinal. Bagian tengah tulang dikenal sebagai diaphysis yang berbentuk silindris.
Unit struktural dari cortical tulang compacta adalah system havers, suatu jaringan (network) saluran yang kompleks yang mengandung pembuluh-pembuluh darah mikroskopis yang mensuplai nutrient dan oksigen ke tulang, lacuna, dan ruang-ruang kecil dimana osteosit berada.
Jaringan lunak di dalam trabeculae diisi oleh sumsum tulang : sumsum tulang merah dan kuning. Sumsum tulang merah berfungsi dalam hal hematopoesis, sementara sumsum kuning mengandung sel lemak yang dapat dimobilisasi dan masuk ke aliran darah. Osteogenic cells yang kemudian berdiferensiasi ke osteoblast(sel pembentuk tulang) dan osteoclast (sel penghancur tulang) ditemukan pada lapisan terdalam dari periosteum. Periosteum adalah lembar jaringan fibrosa dan terdiri atas banyak pembuluh darah.

Vaskularisasi, tulang merupakan jaringan yang kaya akan vaskuler dengan total aliran darah sekitar 200 sampai 400 cc/menit. Setiap tulang memiliki arteri penyuplai darah yang membawa nutrient masuk didekat pertengahan tulang, kemudian bercabang ke atas dan ke bawah menjadi pembuluh-pembuluh darah mikroskopis. Pembuluh darah ini mensuplai cortex, marrow, dan system haverst.

Persarafan, serabut syaraf simpatik dan afferent (sensori) mempersyarafi tulang. Dilatasi kapiler darah dikontrol oleh syaraf symphatetic, sementara serabut syaraf afferent mentransmisikan rangsangan nyeri.

·         Perkembangan dan pertumbuhan tulang
Perkembangan dan pertumbuhan pada tulang panjang tipikal :
1.      Tulang didahului oleh model kartilago.
2.      Kolar periosteal dari tulang baru timbul mengelilingi model korpus. Kartilago dalam korpus ini mengalami kalsifikasi. Sel-sel kartilago mati dan meninggalkan ruang-ruang.
3.      Sarang lebah dari kartilago yang berdegenerasi dimasuki oleh sel-sel pembentuk tulang (osteoblast),oleh pembuluh darah, dan oleh sel-sel pengikis tulang (osteoklast). Tulang berada dalam lapisan tak teratur dalam bentuk kartilago.
4.      Proses osifikasi meluas sepanjang korpus dan juga mulai memisah pada epifisis yang menghasilkan tiga pusat osifikasi.
5.      Pertumbuhan memanjang tulang terjadi pada metafisis, lembaran kartilago yang sehat dan hidup antara pusat osifikasi. Pada metafisis sel-sel kartilago memisah secara vertical. Pada awalnya setiap sel meghasilkan kartilago sehat dan meluas mendorong sel-sel yang lebih tua. Kemudian sel-sel mati. Kemudian semua ruang membesar untuk membentuk lorong-lorong vertical dalm kartilago yang mengalami degenerasi. Ruang-ruang ini diisi oleh sel-sel pembentuk tulang.
6.      Pertumbuhan memanjang berhenti pada masa dewasa ketika epifisis berfusi dengan korpus.
Pertumbuhan dan metabolisme tulang dipengaruhi oleh mineral dan hormone sebagai berikut :
·         Kalsium dan posfor, tulang mengandung 99% kalsium tubuh dan 90% posfor. Konsentrasi kalsium dan posfor dipelihara dalam hubungan terbalik. Sebagai contoh, apabila kadar kalsium tubuh meningkat maka kadar posfor akan berkurang.
·         Calcitonin, diproduksi oleh kelenjar typoid memiliki aksi dalam menurunkan kadar kalsium serum jika sekresinya meningkat diatas normal.
·         Vitamin D, penurunan vitamin D dalam tubuh dapat menyebabkan osteomalacia pada usia dewasa.
·         Hormon paratiroid (PTH), saat kadar kalsium dalam serum menurun, sekresi hormone paratiroid akan meningkat dan menstimulasi tulang untuk meningkatkan aktivitas osteoplastic dan menyalurkan kalsium kedalam darah.
·         Growth hormone (hormone pertumbuhan), bertanggung jawab dalam peningkatan panjang tulang dan penentuan jumlah matrik tulang yang dibentuk pada masa sebelum pubertas.
·         Glukokortikoid, adrenal glukokortikoid mengatur metabolisme protein.
·         Sex hormone, estrogen menstimulasi aktivitas osteobalstik dan menghambat peran hormone paratiroid. Ketika kadar estrogen menurun seperti pada saat menopause, wanita sangat rentan terhadap menurunnya kadar estrogen dengan konsekuensi langsung terhadap kehilangan masa tulang (osteoporosis). Androgen, seperti testosteron, meningkatkan anabolisme dan meningkatkan masa tulang.



2.      Sendi

Artikulasi atau sendi adalah tempat pertemuan dua atau lebih tulang. Tulang-tulang ini dipadukan dengan berbagai cara, misalnya dengan kapsul sendi, pita fibrosa, ligament, tendon, fasia, atau otot. Sendi diklasifikasikan sesuai dengan strukturnya, yaitu :
a. Sendi fibrosa (sinartrodial)
Merupakan sendi yang tidak dapat bergerak. Tulang-tulang dihubungkan oleh serat-serat kolagen yang kuat. Sendi ini biasanya terikat misalnya sutura tulang tengkorak.
b. Sendi kartilaginosa (amfiartrodial)
Permukaan tulang ditutupi oleh lapisan kartilago dan dihubungkan oleh jaringan fibrosa kuat yang tertanam kedalam kartilago misalnya antara korpus vertebra dan simfisis pubis. Sendi ini biasanya memungkinkan gerakan sedikit bebas.
c. Sendi synovial (diartrodial)
Sendi ini adalah jenis sendi yang paling umum. Sendi ini biasanya memungkinkan gerakan yang bebas (mis., lutut, bahu, siku, pergelangan tangan, dll.) tetapi beberapa sendi sinovial secara relatif tidak bergerak (mis., sendi sakroiliaka). Sendi ini dibungkus dalam kapsul fibrosa dibatasi dengan membran sinovial tipis. Membran ini mensekresi cairan sinovial ke dalam ruang sendi untuk melumasi sendi. Cairan sinovial normalnya bening, tidak membeku, dan tidak berwarna atau berwarna kekuningan. Jumlah yang ditemukan pada tiap-tiap sendi normal relatif kecil (1 sampai 3 ml). hitung sel darah putih pada cairan ini normalnya kurang dari 200 sel/ml dan terutama adalah sel-sel mononuclear. Cairan synovial juga bertindak sebagai sumber nutrisi bagi rawan sendi.
Permukaan tulang dilapisi dengan kartilago artikular halus dan keras dimana permukaan ini berhubungan dengan tulang lain. Pada beberapa sendi terdapat suatu sabit kartilago fibrosa yang sebagian memisahkan tulang-tulang sendi (mis., lutut, rahang)
Jenis sendi synovial :
a)      Sendi peluru, misal pada persendian panggul dan bahu, memungkinkan gerakan bebas penuh.
b)      Sendi engsel memungkinkan gerakan melipat hanya pada satu arah, contohnya adalah siku dan lutut.
c)      Sendi pelana memungkinkan gerakan pada dua bidang yang saling tegak lurus. Sendi pada dasar ibu jari adalah sendi pelana dua sumbu.
d)      Sendi pivot contohnya adalah sendi antara radius dan ulna. Memungkinkan rotasi untuk melakukan aktivitas seperti memutar pegangan pintu.
e)      Sendi peluncur memungkinkan gerakan terbatas ke semua arah, contohnya adalah sendi-sendi tulang karpalia di pergelangan tangan.
3. Otot Rangka

·         Otot dan kerja otot
Otot rangka merupakan setengah dari berat badan orang dewasa. Fungsi utamanya adalah untuk menggerakan tulang pada artikulasinya. Kerja ini dengan memendekkan (kontraksi) otot. Dengan memanjang (relaksasi) otot memungkinkan otot lain untuk berkontraksi dan menggerakan tulang.
Otot ada yang melekat langsung pada tulang, tetapi bagian terbesarnya mempengaruhi fungsi (mis., pada tangan), tangan yang berhubungan langsung dengan tulang, atau dimana kerjanya perlu dikonsentrasikan, otot dilekatkan dengan tendon fibrosa. Tendon menyerupai korda, seperti tali, atau bahkan seperti lembaran (mis.,pada bagian depan abdomen). Tidak ada otot yang bekerja sendiri. Otot selalu bekerja sebagai bagian dari kelompok, dibawah control system saraf.
Otot bisep dari lengan atas dilekatkan oleh tendon ke skapula. Perlekatan ini biasanya tetap stasioner dan adalah asal (origo) dari otot. Ujung yang lain dari otot dilekatkan pada radius. Perlekatan ini untuk menggerakan otot dan diketahui sebagai insersio dari otot.
Bisep adalah otot fleksor; otot ini menekuk sendi, mengangkat lengan saat ia memendek. Otot ini juga cenderung memutar lengan untuk memposisikan telapak tengadah karena titik insersinya. Otot trisep pada punggung lengan atas adalah otot ekstensor; otot ini meluruskan sendi, mempunyai aksi yang berlawanan dengan otot bisep.
Selama fleksi sederhana (menekuk) siku :
a)      Bisep kontraksi ? ini adalah penggerak utama
b)      Trisep rileks secara refleks ? ini adalah antagonis
c)      Otot tertentu pada lengan berkontraksi untuk mencegah gerakan berguling
d)      Otot di sekitar bahu berkontaksi untuk memantapkan sendi bahu
·         Struktur otot rangka
Otot rangka tersusun atas sejumlah besar serat-serat otot. Sel-sel silindris tidak bercabang. Otot ini disokong oleh jaringan ikat dan mempunyai banyak suplai darah dan saraf. Setiap sel mempunyai banyak nuklei dan mempunyai penampilan lurik. Dindingnya atau sarkolema, mengandung miofibril yang dibungkus dengan rapat dalam sarkoplasma cair. Didalamnya juga ada banyak mitokondria. Warna merah dari otot berhubungan dengan mioglobin, suatu protein seperti hemoglobin dalam sarkoplasma.
Setiap miofibril mempunyai lurik (striasi) terang dan gelap secara bergantian, disebut pita I dan A secara berurutan. Striasi disebabkan oleh 2 tipe filamen, satu mengandung protein aktin, dan lainnya mengandung protein myosin.
Kontraksi otot adalah karena reaksi filament aktin dan miosin satu sama lain, seperti ketika mereka menyisip satu sama lain dan menarik ujung dari sel otot saling mendekat. Serat otot memendek sampai dengan sepertiga dari panjangnya saat kontraksi.
Serat-serat otot biasanya menjalar sejajar terhadap arah tarikan, baik tanpa tendon (otot kepeng) mis., otot interkostal, atau dengan tendon pada ujungnya (otot fusiformis) mis., otot bisep. Otot-otot ini mempunyai rentang gerak yang besar tetapi relative lemah.
Otot pennate lebih kuat daripada tipe otot di atas, tetapi mempunyai rentang gerak lebih pendek. Pada otot ini, serat-serat menjalar membentuk sudut terhadap arah tarikan dan menyisip ke dalam tendon sentral atau tendon pengimbang.
·         Histology  otot
Ada tiga jenis jaringan otot yang dapat dibedakan atas dasar strukturnya dan ciri fiologis yaitu otot polos, otot lurik, dan otot jantung.
a. Otot polos (smooth muscle/involuntary muscle)
Otot polos mengandung sel berbentuk spindle dengan panjang 40-200 µm dengan inti terletak di tengah. Miofibril ini sukar diperlihatkan dan tidak mempunyai corak melintang. Serabut reticular transversa menghubungkan sel-sel otot yang berdekatan dan membentuk suatu ikatan sehingga membentuk unik fungsional. Otot polos tidak dibawah pengaruh kehendak.
b. Otot lurik (skeleton muscle/voluntary muscle)
Otot lurik mengandung sel-sel otot (serabut otot) dengan ukuran tebal 10-100 µm dan panjang 15 cm. Serabut otot lurik berasal dari myotom, inti terletak dipinggir, dibawah sarcolema. Memanjang sesuai sumbu panjang serabut otot. Beberapa serabut otot bergabung membentuk berkas otot yang dibungkus jaringan ikat yang disebut endomycium. Beberapa endomycium disatukan jaringan ikat disebut perimycium. Beberapa perimycium dibungkus oleh jaringan ikat yang disebut epimycium (fascia). Otot lurik dipersyarafi oleh system cerebrosfinal dan dapat dikendalikan. Otot lurik terdapat pada otot skelet, lidah, diaphragma, bagian atas dinding esophagus.
c. Otot Jantung
Terdiri dari serabut otot yang bercorak yang bersifat kontraksinya bersifat otonom. Tetapi dapat dipengaruhi system vagal. Serabutnya bercabang-cabang, saling berhubungan dengan serabut otot di dekatnya. Intinya berbentuk panjang dan terletak di tengah.Sarkosom jauh lebih banyak dari pada otot rangka.

·         Persarafan otot rangka
Otot dipersarafi oleh 2 serat saraf pendek :
1.      Saraf sensorik yang membawa impuls dari otot, terutama dari reseptor regangan khusus, gelondong otot
2.      Saraf motorik yang membawa impuls ke otot untuk memicu kontraksi otot

Korpus sel dari sel-sel saraf motorik terdapat dalam kornu anterior substansia grisea dalam medula spinalis. Setiap sel saraf mempunyai serat utama atau akson yang bercabang untuk mempersarafi 50 sampai 200 serat otot. Semua korpus sel mempersarafi satu sel otot yang terletak berdekatan dalam medulla spinalis. Impuls saraf mencapai setiap serat otot kira-kira di bagian tegahnya, pada motor end plate. Datangnya impuls saraf ini menyebabkan simpanan asetilkolin dilepaskan dari motor end plate.Asetilkolin bekerja untuk memperkuat impuls saraf. Ini menyebabkan gelombang besar aktivitas listrik untuk menjalar sepanjang otot, menimbulkan perubahan yang menyebabkan otot berkontraksi. Kekuatan kontaksi tergantung pada jumlah serat-serat yang terstimulasi. Bila impuls berhenti maka otot rileks.

3.      Tendon

Tendon merupakan berkas (bundel) serat kolagen yang melekatkan otot ke tulang. Tendon menyalurkan gaya yang dihasilkan oleh kontraksi otot ke tulang. Serat kolagen dianggap sebagai jaringan ikat dan dihasilkan oleh sel-sel fibroblas.
5. Ligament
Ligament adalah taut fibrosa kuat yang menghubungkan tulang ke tulang, biasanya di sendi. Ligament memungkinkan dan membatasi gerakan sendi.
6. Bursae
Adalah  kantong kecil dari jaringan ikat. Dibatasi oleh membran sinovial dan mengandung cairan sinovial. Bursae merupakan bantalan diantara bagian-bagian yang bergerak seperti pada olekranon bursae terletak antara prosesus olekranon dan kulit.


2.2 Asuhan Keperawatan

1.                  Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Osteoporosis

Definisi

Osteoporosis adalah kelainan di mana terjadi penurunan massa tulang total. Terdapat perubahan pergantian tulang homeostasis normal, kecepatan resorpsi tulang lebih besar dari kecepatan pembentukan tulang, pengakibatkan penurunan masa tulang total. Tulang secara progresif menjadi porus, rapuh dan mudah patah; tulang menjadi mudah fraktur dengan stres yang tidak akan menimbulkan pengaruh pada tulang normal.

Etiologi

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengurangan massa tulang pada usia lanjut:
o   Determinan Massa Tulang
n Faktor genetik
Perbedaan genetik mempunyai pengaruh terhadap derajat kepadatan tulang. Beberapa orang mempunyai tulang yang cukup besar dan yang lain kecil.

n Faktor mekanis
Beban mekanis berpengaruh terhadap massa tulang di samping faktor genetik. Bertambahnya beban akan menambah massa tulang dan berkurangnya beban akan mengakibatkan berkurangnya massa tulang.

n Faktor makanan dan hormon
Pada seseorang dengan pertumbuhan hormon dengan nutrisi yang cukup (protein dan mineral), pertumbuhan tulang akan mencapai maksimal sesuai dengan pengaruh genetik yang bersangkutan. Pemberian makanan yang berlebih (misainya kalsium) di atas kebutuhan maksimal selama masa pertumbuhan, disangsikan dapat menghasilkan massa tulang yang melebihi kemampuan pertumbuhan tulang yang bersangkutan sesuai dengan kemampuan genetiknya.

o   Determinan penurunan Massa Tulang
§ Faktor genetik
Faktor genetik berpengaruh terhadap risiko terjadinya fraktur. Pada seseorang dengan tulang yang kecil akan lebih mudah mendapat risiko fraktur dari pada seseorang dengan tulang yang besar.
§ Faktor mekanis
Pada umumnya aktivitas fisis akan menurun dengan bertambahnya usia; dan karena massa tulang merupakan fungsi beban mekanis, massa tulang tersebut pasti akan menurun dengan bertambahnya   usia.

§ Kalsium
Faktor makanan ternyata memegang peranan penting dalam proses penurunan massa tulang sehubungan dengan bertambahnya Lisia, terutama pada wanita post menopause. Kalsium, merupakan nutrisi yang sangat penting. Wanita-wanita pada masa peri menopause, dengan masukan kalsiumnya rendah dan absorbsinya tidak baik, akan mengakibatkan keseimbangan kalsiumnya menjadi negatif, sedang mereka yang masukan kalsiumnya baik dan absorbsinya juga baik, menunjukkan keseimbangan kalsium positif.

§ Protein
Protein juga merupakan faktor yang penting dalam mempengaruhi penurunan massa tulang. Makanan yang kaya protein akan mengakibatkan ekskresi asam amino yang mengandung sulfat melalui urin, hal ini akan meningkatkan ekskresi kalsium.

§ Estrogen.
Berkurangnya/hilangnya estrogen dari dalam tubuh akan mengakibatkan terjadinya gangguan keseimbangan kalsium. Hal ini disebabkan karena menurunnya eflsiensi absorbsi kalsium dari makanan dan juga menurunnya konservasi kalsium di ginjal.

§ Rokok dan kopi
Merokok dan minum kopi dalam jumlah banyak cenderung akan mengakibatkan penurunan massa tulang, lebih-lebih bila disertai masukan kalsium yang rendah. Mekanisme pengaruh merokok terhadap penurunan massa tulang tidak diketahui, akan tetapi kafein dapat memperbanyak ekskresi kalsium melalui urin maupun tinja.

§ Alkohol
Individu  dengan alkoholisme mempunyai kecenderungan masukan kalsium rendah, disertai dengan ekskresi lewat urin yang meningkat. Mekanisme yang jelas belum diketahui dengan pasti .

Manifestasi Klinis

o   Nyeri dengan atau tanpa fraktur yang nyata. Ciri-ciri khas nyeri akibat fraktur kompressi pada vertebra (paling sering Th 11 dan 12 ) adalah:
o   Nyeri timbul mendadak
o   Sakit hebat dan terlokalisasi pada vertebra yg terserang
o   Nyeri berkurang pada saat istirahat di t4 tidur
o   Nyeri ringan pada saat bangun tidur dan  dan akan bertambah oleh karena melakukan aktivitas
o   Deformitas vertebra thorakalis à Penurunan tinggi badan

Pencegahan

Pencegahan sebaiknya dilakukan pada usia pertumbuhan/dewasa muda, hal ini bertujuan:
n Mencapai massa tulang dewasa Proses konsolidasi) yang optimal
n Mengatur makanan dan life style yg menjadi seseorang tetap bugar seperti:
  1. Diet mengandung tinggi kalsium (1000 mg/hari)
  2. Latihan teratur setiap hari
  3. Hindari :
ü  Makanan tinggi protein
ü  Minum alkohol
ü  Merokok
ü  Minum kopi
ü  Minum antasida yang mengandung aluminium

 

PROSES KEPERAWATAN

Pengkajian

n Promosi kesehatan.

n  Wawancara meliputi pertanyaan mengenai terjadinya osteoporosis dalam keluarga, fraktur sebelumnya, konsumsi kalsium diet harian, pola latihan, awitan menopause dan penggunaan kortikoseteoroid selain asupan alkohol, rokok dan kafein. Setiap sengaja yang dialami pasien, seperti nyeri pingang, konstipasi atau ganggua citra diri harus digali.

n Pemeriksaan fisik kadang menemukan adanya patah tulang kifosis vertebrata torakalis atau pemendekan tinggi badan. Masalah mobilitas dan pernapasan dapat terjadi akibat perubahan postur dan kelemahan otot. Konstipasi dapat terjadi akibat inaktivitas.


Diagnosa Keperawatan

1.      Kurang pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi
2.      Nyeri yang berhubungan dengan fraktur dan spasme otot
3.      Konstipasi yang berhubungan dengan imobilitasi atau terjadinya ileus (obstruksi usus)
4.      Risiko terhadap cedera : fraktur, yang berhubungan dengan tulang osteoporotik


Tujuan

Sasaran umum pasien dapat meliputi pengetahuan mengenai osteoporosis dan program tindakan, pengurangan nyeri, perbaikan pengosongan usus dan tidak ada fraktur tambahan.



Intervensi Keperawatan

Memahami Osteoporosis dan Program Tindakan.
1.      Ajarkan pada klien tentang faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya oeteoporosis.
2.      Anjurkan diet atau suplemen kalsium yang memadai.
3.      Timbang Berat badan secara teratur dan modifikasi gaya hidup seperti  Pengurangan kafein, sigaret dan alkohol, hal ini dapat membantu mempertahankan massa tulang.
4.      Anjurkan Latihan aktivitas fisik yang mana merupakan kunci utama untuk menumbuhkan tulang dengan kepadatan tinggi yang tahan terhadap terjadinya oestoeporosis.
5.      Anjurkan pada lansia untuk tetap membutuhkan kalsium, vitamin D, sinar matahari dan latihan yang memadai untuk meminimalkan efek oesteoporosis.
6.      Berikan Pendidikan pasien mengenai efek samping penggunaan obat. Karena nyeri lambung dan distensi abdomen merupakan efek samping yang sering terjadi pada suplemen kalsium, maka pasien sebaiknya meminum suplemen kalsium bersama makanan untuk mengurangi terjadinya efek samping tersebut. Selain itu, asupan cairan yang memadai dapat menurunkan risiko pembentukan batu ginjal.
7.      Bila diresepkan HRT, pasien harus diajar mengenai pentingnya skrining berkala terhadap kanker payudara dan endometrium.

Meredakan Nyeri

1.      Peredaaan nyeri punggung dapat dilakukan dengan istirahat di tempat tidur dengan posisi telentang atau miring ke samping selama beberapa hari.
2.      Kasur harus padat dan tidak lentur.
3.      Fleksi lutut dapat meningkatkan rasa nyaman dengan merelaksasi otot.
4.      Kompres panas intermiten dan pijatan punggung memperbaiki relaksasi otot.
5.      Pasien diminta untuk menggerakkan batang tubuh sebagai satu unit dan hindari gerakan memuntir.
6.      Postur yang bagus dianjurkan dan mekanika tubuh harus diajarkan. Ketika pasien dibantu turun dari tempat tidur,
7.      pasang korset lumbosakral untuk menyokong dan imobilisasi sementara, meskipun alat serupa kadang terasa tidak nyaman dan kurang bisa ditoleransi oleh kebanyakan lansia.
8.      Bila pasien sudah dapat menghabiskan lebih banyak waktunya di luar tempat tidur perlu dianjurkan untuk sering istirahat baring untuk mengurangi rasa tak nyaman dan mengurangi stres akibat postur abnormal pada otot yang melemah.
9.      opioid oral mungkin diperlukan untuk hari-hari pertama setelah awitan nyeri punggung. Setelah beberapa hari, analgetika non – opoid dapat mengurangi nyeri.


Memperbaiki Pengosongan Usus.
Konstipasi merupakan masalah yang berkaitan dengan imobilitas, pengobatan dan lansia.
1.      Berikan diet tinggi serat.
2.      Berikan tambahan cairan dan gunakan pelunak tinja sesuai ketentuan dapat membantu atau meminimalkan konstipasi.
3.      Pantau asupan pasien, bising usus dan aktivitas usus karena  bila terjadi kolaps vertebra pada T10-L2, maka  pasien dapat mengalami ileus.

Mencegah Cedera.
1.      Anjurkan melakukan Aktivitas fisik secara teratur hal ini sangat penting untuk memperkuat otot, mencegah atrofi dan memperlambat demineralisasi tulang progresif.
2.      Ajarkan Latihan isometrik, latihan ini dapat digunakan untuk memperkuat otot batang tubuh.
3.      Anjurkan untuk  Berjalan, mekanika tubuh yang baik, dan postur yang baik.
4.      Hindari Membungkuk mendadak, melenggok dan mengangkat  beban lama.
5.      Lakukan aktivitas pembebanan berat badan Sebaiknya dilakukan di luar rumah di bawah sinar matahari, karena sangat diperlukan untuk memperbaiki kemampuan tubuh menghasilkan vitamin D.

Pertimbangan Gerontologik.
1.      Lansia  sering jatuh sebagai akibat dari bahaya lingkungan, gangguan neuromuskular, penurunan sensor dan respons kardiovaskuler dan respons terhadap pengobatan. Bahaya harus diidentifikasi dan dihilangkan. Supervisi dan bantuan harus selalu tersedia.
2.      Pasien dan keluarganya perlu dilibatkan dalam perencanaan asuhan berkeseimbangan dan program penanganan pencegahan.
3.      Lingkungan rumah harus dikaji mengenai adanya  potensial bahaya (mis. Permadani yang terlipat, ruangan yang berantakan, mainan di lantai, binatang piaraan dibawah kaki) dan diciptakan lingkungan yang aman (mis. Anak tangga dengan penerangan yang memadai dengan pegangan yang kokoh, pegangan di kamar mandi, alas kaki dengan ukuran pas).

Evaluasi

1.      Mendapatkan pengetahuan mengenai oesteoporosis dan program penanganannya.
o   Menyebutkan hubungan asupan kalsium dan latihan terhadap massa tulang
o   Mengkonsumsi kalsium diet dalam jumlah yang mencukupi
o   Meningkatkan  tingkat latihan
o   Gunakan terapi hormon yang diresepkan
o   Menjalani prosedur skrining sesuai anjuran
2.      Mendapatkan peredaan nyeri
o   Mengalami redanya nyeri saat beristirahat
o   Mengalami ketidaknyamanan minimal selama aktivitas kehidupan sehari-hari
o   Menunjukkan berkurangnya nyei tekan pada tempat fraktur
3.      Menunjukkan pengosongan usus yang normal
o   Bising usus aktif
o   Gerakan usus teratur
4.      Tidak mengalami fraktur baru
o   Mempertahankan postur yang bagus
o   Mempegunakan mekanika tubuh yang baik
o   Mengkonsumsi diet seimbang tinggi kalsium dan vitamin D
o   Rajin menjalankan latihan pembedahan berat badan (berjalan-jalan setiap hari)
o   Istirahat dengan berbaring beberapa kali sehari
o   Berpartisipasi dalam aktivitas di luar rumah
o   Menciptakan lingkungan rumah yang aman
o   Menerima bantuan dan supervisi sesuai kebutuhan.

2.                  Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Rematoid Athritis

Definisi
Rhematoid artritis adalah peradangan yang kronis sistemik, progresif dan lebih banyak terjadi pada wanita, pada usia 25-35 tahun.

Etiologi
Penyebab dari artritis rhematoid belum dapat ditentukan secara pasti, tetapi dapat dibagi dalam 3 bagian, yaitu:
1.      Mekanisme imunitas (antigen antibodi) seperti interaksi IgG dari imunoglobulin dengan rhematoid factor
2.      Faktor metabolic
3.      Infeksi dengan kecenderungan virus

Patofisiologi
q  Inflamasi mula-mula mengenai sendi-sendi sinovial seperti edema, kongesti vaskular, eksudat febrin dan infiltrasi selular.
q    Peradangan yang berkelanjutan, sinovial menjadi menebal, terutama pada sendi artikular kartilago dari sendi.  Pada persendian ini granulasi membentuk pannus, atau penutup yang menutupi kartilago.  Pannus masuk ke tulang sub chondria. Jaringan granulasi menguat karena radang menimbulkan gangguan pada nutrisi kartilago artikuer. Kartilago menjadi nekrosis. 
q  Tingkat erosi dari kartilago menentukan tingkat ketidakmampuan sendi.  Bila kerusakan kartilago sangat luas maka terjadi adhesi diantara permukaan sendi, karena jaringan fibrosa atau tulang bersatu (ankilosis).  Kerusakan kartilago dan tulang menyebabkan tendon dan ligamen jadi lemah dan bisa menimbulkan subluksasi atau dislokasi dari persendian.  Invasi dari tulang sub chondrial bisa menyebkan osteoporosis setempat.
q  Lamanya arthritis rhematoid berbeda dari tiap orang. Ditandai dengan masa adanya serangan dan tidak adanya serangan.  Sementara ada orang yang sembuh dari serangan pertama dan selanjutnya tidak terserang lagi.  Yang lain. terutama yang mempunyai faktor rhematoid (seropositif gangguan rhematoid) gangguan akan menjadi kronis yang progresif.

Tanda dan Gejala
    1. Tanda dan gejala setempat
q  Sakit persendian disertai kaku terutama pada pagi hari (morning stiffness) dan gerakan terbatas, kekakuan berlangsung tidak lebih dari 30 menit dan dapat berlanjut sampai berjam-jam dalam sehari.
q  Kekakuan ini berbeda dengan kekakuan osteoartritis yang biasanya tidak berlangsung lama.
q  Lambat laun membengkak, panas merah, lemah.
q  Poli artritis simetris sendi perifer à Semua sendi bisa terserang, panggul, lutut, pergelangan tangan, siku, rahang dan bahu. Paling sering mengenai sendi kecil tangan, kaki, pergelangan tangan, meskipun sendi yang lebih besar  seringkali terkena juga
q    Artritis erosif à sifat radiologis penyakit ini. Peradangan sendi yang kronik menyebabkan erosi pada pinggir tulang dan ini dapat dilihat pada penyinaran sinar X
q  Deformitas à pergeseran ulnar, deviasi jari-jari, subluksasi sendi metakarpofalangea, deformitas boutonniere dan leher angsa. Sendi yang lebih besar mungkin juga terserang yang disertai penurunan kemampuan fleksi ataupun ekstensi. Sendi mungkin mengalami ankilosis disertai kehilangan kemampuan bergerak yang total
q  Rematoid nodul à merupakan massa subkutan yang terjadi pada 1/3 pasien dewasa, kasus ini sering menyerang bagian siku (bursa olekranon) atau sepanjang permukaan ekstensor lengan bawah, bentuknya oval atau bulat dan padat.
q  Kronik à Ciri khas rematoid artritis

2.      Tanda dan gejala sistemik

·         Lemah, demam tachikardi, berat badan turun, anemia, anoreksia

Bila ditinjau dari stadium, maka pada RA terdapat tiga stadium yaitu:

1.      Stadium sinovitis
Pada stadium ini terjadi perubahan dini pada jaringan sinovial yang ditandai adanya hiperemi, edema karena kongesti, nyeri pada saat istirahat maupun saat bergerak, bengkak, dan kekakuan.
2.      Stadium destruksi
Pada stadium ini selain terjadi kerusakan pada jaringan sinovial terjadi juga pada jaringan sekitarnya yang ditandai adanya kontraksi tendon. Selain tanda dan gejala tersebut diatasterjadi pula perubahan bentuk pada tangan yaitu bentuk jari swan-neck.
3.      Stadium deformitas
Pada stadium ini terjadi perubahan secara progresif dan berulang kali, deformitas dan ganggguan fungsi secara menetap. Perubahan pada sendi diawali adanya sinovitis, berlanjut pada pembentukan pannus, ankilosis fibrosa, dan terakhir ankilosis tulang


Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi adalah:
1.      Meringankan rasa nyeri dan peradangan
2.      memperatahankan fungsi sendi dan kapasitas fungsional maksimal penderita.
3.      Mencegah atau memperbaiki deformitas

Program terapi dasar terdiri dari lima komponen dibawah ini yang merupakan sarana pembantu untuk mecapai tujuan-tujuan tersebut yaitu:
1.      Istirahat
2.      Latihan fisik
3.      Panas
4.      Pengobatan
a.       Aspirin (anti nyeri)dosis antara 8 s.d 25 tablet perhari, kadar salisilat serum yang diharapakan adalah 20-25 mg per 100 ml
b.      Natrium kolin dan asetamenofen à meningkatkan toleransi saluran cerna terhadap terapi obat
c.       Obat anti malaria (hidroksiklorokuin, klorokuin) dosis 200 – 600 mg/hari à mengatasi keluhan sendi, memiliki efek steroid sparing sehingga menurunkan kebutuhan steroid yang diperlukan.
d.      Garam emas
e.       Kortikosteroid
5.      Nutrisi à diet untuk penurunan berat badan yang berlebih

Bila Rhematoid artritis progresif dan, menyebabkan kerusakan sendi, pembedahan dilakukan untuk mengurangi rasa nyeri dan memperbaiki fungsi. Pembedahan dan indikasinya sebagai berikut:

1.      Sinovektomi, untuk mencegah artritis pada sendi tertentu, untuk mempertahankan fungsi sendi dan untuk mencegah timbulnya kembali inflamasi.

2.      Arthrotomi, yaitu dengan membuka persendian.

3.      Arthrodesis, sering dilaksanakan pada lutut, tumit dan pergelangan tangan.

4.      Arthroplasty, pembedahan dengan cara membuat kembali dataran pada persendian.

 

PROSES KEPERAWATAN

 

Pengkajian

Riwayat Keperawatan

o   Adanya keluhan sakit dan kekakuan pada tangan, atau pada tungkai.
o   Perasaan tidak nyaman dalam beberapa periode/waktu sebelum pasien mengetahui dan merasakan adanya perubahan pada sendi.

Pemeriksaan Fisik
o   Inspeksi dan palpasi persendian untuk masing-masing sisi (bilateral), amati warna kulit, ukuran, lembut tidaknya kulit, dan pembengkakan.
o   Lakukan pengukuran passive range of mation pada sendi-sendi sinovial
§  Catat bila ada deviasi (keterbatasan gerak sendi)
§  Catat bila ada krepitasi
§  Catat bila terjadi nyeri saat sendi digerakkan
o   Lakukan inspeksi dan palpasi otot-otot skelet secara bilateral
§  Catat bia ada atrofi, tonus yang berkurang
§  Ukur kekuatan otot
o   Kaji tingkat nyeri, derajat dan mulainya
o   Kaji aktivitas/kegiatan sehari-hari

Riwayat Psiko Sosial
Pasien dengan RA mungkin merasakan adanya kecemasan yang cukup tinggi apalagi pad pasien yang mengalami deformitas pada sendi-sendi karean ia merasakan adanya kelemahan-kelemahan pada dirinya dan merasakan kegiatan sehari-hari menjadi berubah. Perawat dapat melakukan pengkajian terhadap konsep diri klien khususnya aspek body image dan harga diri klien.

Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan tanda dan gejala yang dialami oleh pasien dengan artritis ditambah dengan adanya data dari pemeriksaan diagnostik, maka diagnosa keperawatan yang sering muncul yaitu:

1.      Gangguan body image berhubungan dengan perubahan penampilan tubuh, sendi, bengkok, deformitas.

2.      Nyeri berhubungan dengan perubahan patologis oleh artritis rhematoid.

3.      Risiko cedera berhubungan dengan hilangnya kekuatan otot, rasa nyeri.

4.      Gangguan aktifitas sehari-hari berhubungan dengan terbatasnya gerakan.

5.      Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi.

6.      Gangguan mobilitas


Intervensi dan Implementasi Keperawatan


1.      Gangguan body image berhubungan dengan perubahan penampilan tubuh, sendi, bengkok, deformitas.

Tujuan  : klien memahami perubahan-perubahan tubuhnya akibat proses penyakit
Recana/tindakan Keperawatan
  • Dorong klien untuk mengungkapkan rasa takut dan cemasnya mengahdapi proses penyakit. Kondisi ini dapat membantu untuk menyadari keadaan diri.
  • Berikan support yang sesuai. Hal ini dapat membantu meningkatkan upaya menerima dirinya.
  • Dorong klien untuk mandiri. Kemandirian membantu meningkatkan harga diri.
  • Memodifikasi lingkungan sesuai dengan kondisi klien


2.      Nyeri berhubungan dengan perubahan patologis oleh artritis rhematoid.

Tujuan  : Kebutuhan rasa nyaman klien terpenuhi atau klien terhindar dari rasa nyeri
Recana/tindakan Keperawatan
  • Istirahatkan klien sesuai kondisi (bed rest). Hal ini dapat membantu menurunkan stress muskuloskeletal, mengurangi tegangan otot, dan meningkatkan relaksasi karena kelelahan dapat mendorong terjadinya nyeri.
  • Pertahankan posisi fisiologis dengan benar atai body alignment yang baik. Bantu dan ajari klien untuk menghindari gerakan eksternal rotasi pada ekstremitas. Hindarkan menggunakan bantal dibawah lutut, tetapi letakkan bantal diatara lutut, hindari fleksi leher.
  • Bila direncanakan klien dapat menggunakan splint, atau brace. Hal ini dapat mencegah deformitas lebih lanjut.
  • Hindari gerakan yang cepat dan tiba-tiba karena dapat menimbulkan dislokasi dan stres pada sendi-sendi
  • Lakukan perawatan dengan hati-hati khususnya pada anggota-anggota tubuh yang sakit. Karena gerakan-gerakan yang kasar akan semakin menimbulkan nyeri
  • Gunakan terapi panas misal kompres hangat pada area/bagian tubuh yang sakit. Panas dapat meningkatkan sirkulasi, relaksai otot-otot, mengurangi kekakuan. Kemungkinan juga dapat membvantu pengeluaran endorfin yaitu sejenis morfin yang diproduksi oleh tubuh.
  • Lakukan peawatan kulit dan masase perlahan. Hal ini membantu meningkatkan aliran darah relaksasi otot, dan menghambat impuls-impuls nyeri serta merangsang pengeluaran endorfin.
  • Memberikan obata-obatab sesuai terapi dokter misal, analgetik, antipiretik, anti inflamasi.


3.      Risiko cedera berhubungan dengan hilangnya kekuatan otot dan sendi

Tujuan  :  Klien terhindar dari cedera
Recana/tindakan Keperawatan
o   Gunakan sepatu yang menyokong, hindarkan lantai yang licin, menggunakan pegangan dikamar mandi.
o   Lakukan latihan ROM (bila memungkinkan). Untuk meningkatkan mobilitas dan kekuatan otot, mencegah deformitas, memperthankan fungsi semaksimal mungkin
o   Monitor atau observasi efek penggunaan obat-obatan misal ada perdarahan pada lambung, hematemesis.


4.      Gangguan aktifitas sehari-hari (defisit self care) berhubungan dengan terbatasnya gerakan.

Tujuan  :  Klien akan mandiri sesuai kemampuan daam memenuhi aktifitas sehari-hari
Recana/tindakan Keperawatan
o   Ajarkan aktifitas sehari-hari agar klien mulai terkondisi untuk melakukan aktivitas sesuai dengan kemampuanyya dan bertahap.
o   Bantu klien untuk makan, berpakaian, dan kebutuhan lain selam memang diperlukan.


5.      Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan sendi
Tujuan  :  Mobilitas persendian klien dapat meningkat
Recana/tindakan Keperawatan
o   Bantu klien untuk melakukan ROM aktif maupun pasif. Untuk memelihara fungsi sendi dan kekuatan otot meningkatkan elasitias serabut- serabut otot.
o   Rencanakan program latihan setiap hari (dapat bekerja sama dengan dokter dan fisioterapi)
o   Lakukan observasi untuk setiap kali latihan
o   Berikan istirahat secara periode
o   Berikan lingkungan yang aman misal, menggunakan pegangan saat dikamar mandi, tongkat yang ujungnya sejenis karet sehingga tidak licin

Evaluasi
1.      Prilaku yang adaptif sehubungan dengan adanya masalah konsep diri
2.      Nyeri dapat berkurang
3.      Mampu untuk melakukan aktifitas sehari-hari
4.      Komplikasi dapat dihindari
5.      Meningkatkan mobilitas


Sumber:
Smeltzer, Susanne dkk. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Volume 8. Jakarta:EGC.
http://www.scribd.com/doc/23430192/Askep-Muskuloskeletal

Tidak ada komentar:

Posting Komentar